JAKARTA - Sekjen Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) Jhonson Panjaitan mengkritisi soal putusan cacat hukum terhadap putusan perkara Direktur Utama PT Satui Bara Tama (SBT) Parlin Riduansyah bin Muhammad Syahdan.
Menurutnya, kecacatan itu diatur dalam KUHAP yakni Pasal 197 ayat 2, dimana suatu putusan itu batal demi hukum dan tidak bisa dieksekusi karena dia cacat.
"Nah sebenarnya ketentuan mengenai proses pembatalan suatu putusan yang cacat hukum itu berada di tangan jaksa sebagai eksekutor. Kalau putusan itu cacat memenuhi kriteria Pasal 197 ayat 2 KUHAP itu jelas," ujar Jhonson dalam keterangannya di Jakarta, Senin (30/4/2012).
Jhonson menjelaskan, dalam kasus Parlin sebagai Dirut awalnya yang bersangkutan diputus bebas murni oleh Pengadilan Negeri Banjarmasin. Lalu jaksa mengajukan kasasi di dalam putusan kasasi itu terdapat kesalahan. Bahwa disitu disebutkan Parlin ditahan, padahal yang bersangkutan tidak ditahan.
"Karena berdasarkan putusan kasasi itu, Pak Parlin mengajukan PK. PK-nya kemudian diproses dan PK-nya ditolak. Akan tetapi, putusan PK itu tidak memenuhi syarat materil menyebutkan bahwa putusan kasasi itu untuk dilaksanakan sama sekali tidak secara jelas dibuat di situ," jelasnya.
Akibatnya, kata Jhonson, putusan PK tersebut tidak eksekutorial dan menurut hak asasi, kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga peradilan tidak bisa kesalahannya ditanggung oleh warga negaranya.
Dia berharap karena kasus ini bukan hanya dialami oleh Pak Parlin tetapi juga banyak dialami di Jaksel, di Jambi, Bengkulu.
รขSaya berharap JA (Jaksa Agung) berani ambil keputusan untuk mengeksekusi, tidak melaksanakan putusan yang cacat hukum ini. Harusnya JA membuat sistem yang lebih baik dalam bentuk peraturan JA atau surat edaran JA agar putusan seperti ini tidak dieksekusi, batal demi hukum," urai Jhonson.
Sehingga jaksa-jaksa punya pegangan untuk melaksanakan Pasal 197 KUHAP dan ini jadi pembelajaran hakim-hakim untuk memutus perkara sesuai syarat formil dan syarat materil.
Seperti diberitakan, Parlin diduga melakukan kegiatan eksploitasi lahan kawasan hutan di Kecamatan Satui, Kabupaten Tanah Bumbu, Banjarmasin, Kalimantan Selatan tanpa izin dari Menteri Kehutanan (Menhut).
Berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Banjarmasin Nomor : 1425 Pis.Sus/2009/PN.BJM tanggal 19 april 2010, putusan menyatakan terdakwa H Parlin Riduansyah bin H Muhammad Syahdan, tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan ke satu primair, ke satu subsidair atau dakwaan kedua dan membebaskan terdakwa.
(amr)
Sindikasi news.okezone.com
Jaksa Agung Diminta Buat Regulasi Soal Putusan Cacat Hukum