JAKARTA - Aktivis antikorupsi PUKAT, Oce Madril menilai, UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) bukan senjata baru untuk memiskinkan koruptor. Sejak 2003 lalu, Indonesia juga mempunyai model yang sama tapi juga tidak berjalan maksimal.
"Apakah ini senjata baru, tidak. Dari 2003 kita sudah punya model yang beginian tapi catatan PUKAT kasus yang dijerat dengan TPPU misalnya itu cuma Bahasyim, mafia pajak yang diusut Kejaksaan kemudian hartanya disita Rp64 miliar. Padahal sebetulanya nilai korupsi yang diduga dimainkannya lebih besar dari itu," kata dia saat diskusi Sindo Radio di Cikini, Jakarta, Sabtu (5/5/2012).
Menurutnya, yang menghalangi lembaga pemberantasan korupsi menggunakan UU TPPU bukan masalah keengganan tapi ketidakberanian dan ketidakmauan. "Akhirnya UU yang kita punya 10 tahun terakhir terbengkalai tidak bisa dimaksimalkan," ujarnya.
Padahal, penggunaan UU TPPU sangat mudah dan lebih membuat jera koruptor. Dari sisi hukuman bisa lebih maksimal, karena koruptor tidak hanya dijerat tindak pidana korupsi tapi juga diakumulasi dengan TPPU yang ancaman pidanya tidak main-main, 20 tahun penjara dan denda Rp100 milyar.
"Ini juga efektif untuk mengendalikan aset negara yang dicuri koruptor. Dimanapun, dalam bentuk apapun dia menyimpan, apakah dalam bentuk seperti mobil atau jual beli saham, itu bisa disita dengan cepat," tegasnya.
Tak kalah penting, penggunaan UU TPPU juga bisa untuk memiskinkan koruptor tidak hanya orang-perorang tapi juga koorporasi. Dia kembali mencontohkan, jika memang Group Permai menjadi tempat untuk mencuci uang dan menampung uang hasil korupsi proyek pemerintah dan kemudian disalurkan ke badan hukum, politisi atau pejabat maka Group Permai bisa diancam denda Rp100 miliar.
(crl)
Sindikasi news.okezone.com
UU TPPU Bukan Senjata Baru Miskinkan Koruptor