MANDAILING NATAL- Pendidikan bagi sebagian orang memang begitu penting, termasuk bagi siswa Sekolah Dasar (SD) yang tinggal di desa terpencil di Mandailing Natal, Sumatera Utara. Keterbatasan sama sekali tak menyurutkan niatnya untuk tetap semangat menuntut ilmu termasuk menghadapi Ujian Nasional (UN) pada Senin 7 April 2012.
Meskipun untuk sampai ke sekolah saja para siswa ini, harus berjibaku dengan kondisi fasilitas infrastruktur yang serba rusak dan minimnya sarana transportasi massal. Salah seorang siswa yang harus mengalami penderitaan dalam menutut ilmu yaitu, Megawati Hutabarat, warga Desa Simanondong, Mandailing Natal, Sumatara Utara.
Sehari-hari, sebelum matahari terbit dari ufuk timur, Megawati Hutabarat atau biasa disapa Mega, sudah harus bangun dari tidurnya untuk terlebih dahulu mempersiapkan diri menghadapi UN. Sebelum berkemas ke sekolah, Mega dengan tekun terus mengulang dan menghapal mata pelajaran yang akan diujikan.
Waktunya mandi pun tiba. Namun untuk mandi pun Mega masih harus pergi ke sumur tempat pemandian umum warga di desanya. Pasalnya, di rumah Mega yang sangat sederhana tidak tersedia kamar mandi.
Selesai mandi dia pun lekas berpakaian dan berkemas ke sekolah. Seperti biasa orangtua Mega memberi nasehat kepada anak sulungnya ini untuk selalu berbuat baik dan bersemangat dalam menuntut ilmu di sekolah.
Perjalanan menuntut ilmu Mega pun di mulai, pergi ke sekolah memang bukan perkara mudah bagi mega dan anak anak lain yang tinggal di Desa Simanondong. Karena akses jalan yang belum memadai, membuat sarana transportasi massal tak pernah melintasi desa mereka.
Mau tak mau sebagian siswa harus berjalan kaki sejauh lebih dari 3 Km menuju sekolah mereka. Parahnya lagi, di saat musim penghujan jalanan yang mereka lalui pun dipenuhi kubangan lumpur.
Selain melewati jalan yang rusak, Mega dan teman-temannya masih harus menyeberangi sungai dengan meniti sebuah jembatan. Celakanya kondisi jembatan menuju sekolah mereka sudah nyaris putus akibat dihantam banjir dan termakan usia.
Namun mau di kata apa, karena tak ada pilihan jalan lain untuk menuju ke sekolahnya, dibanding Mega harus memutar melalui jalan lain yang jaraknya bisa bertambah 5 Km lagi.
Rasa takut dan waswas selalui menghantui Mega bersama rekannya saat hendak menyeberangi jembatan. Sedikit saja mereka luput dan tak berhati hati, bisa saja mereka jatuh ke sungai dengan kedalaman 3 meter yang mengancam jiwa mereka.
Jauh berjalan dan harus menantang maut ketika melintasi jembatan rusak tentu membuat konsentrasi para siswa ini terganggu dalam menyelesaikan soal sedikit terganggu. Rasa lelah, gugup dan cemas ketika pergi ke sekolah juga terbawa hingga sampai di ruangan kelas.
"Cape, gugup, perjalanannya jauh dan harus menyebrangi jembatan rusak," kata Mega, Sabtu (5/5/2012).
Tidak hanya para siswa yang mengalami kesulitan dengan kondisi keterbatasan seperti ini. Pihak sekolah juga kerap terkendala mulai dari menyelesaikan segala urusan administrasi hingga saat pelaksanaan UN. Jarak tempuh ke kantor Dinas Pendidikan semakin bertambah jauh.
"Jarak tempuh ke kantor Dinas Pendidikan semakin bertambah jauh, saat pelaksaan UN," kata Wakil Kepala Sekolah Dasar Simandong, Lambas Hutabarat.
Pihak sekolah dan para siswa serta warga di desa Simanondong ini, berharap perbaikan jembatan dan jalan untuk menuju serta keluar dari desa mereka segera dapat diperbaiki pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. (ctr)
(Ahmad Husein Lubis/Sindo TV/ugo)
Sindikasi news.okezone.com
Kisah Megawati Menyeberangi Jembatan Rusak